Total Tayangan Halaman

Selasa, 24 November 2015

Part 2: Please, Say It Once Again...

The past and me... (part 2)
                Touji  Elementary School, ya? Sekolah ini nampaknya lebih besar dari kelihatannya. Ya, ini hari pertamaku disini. Sejenak, aku menghela nafas. Beragam delusi mulai menyerangku. Phobia akan kehadiran orang lain terus menghantui. Khayalan seperti aura hitam mulai menyeruak dari dalam kelas 4A itu segera membuat bulu kudukku berdiri.
                Kuberanikan diri melangkah perlahan menuju kelas. Kakiku berguncang hebat. Keringat dingin terus menetes di pelipisku. Rasa-rasanya bajuku semakin basah saja. Seramai apapun situasi saat itu, rasanya tetaplah sunyi. Pandangan-pandangan menyeramkan –hasil dari delusi– dari orang disekitarku mulai menghantui.
                Tap,tap,tap...
                Hanya suara langkah kakiku yang terdengar. Perlahan, aku mulai berbelok, masuk kedalam kelas. Kepalaku menunduk dalam. Bibir ini kugigit keras-keras. Tasku kugenggam erat-erat. Dan tiba-tiba...
                Anak itu berlari dan menabrakku dalam keadaan memeluk. Ugh..., memalukan. Untung saja aku ini kuat jadi walau dia laki-laki tapi kakiku tetap bertahan agar tak jatuh. Tahukah kalian siapa itu? Dia anak yang kemarin. Penduduk Jalan Touji nomor C28, Rikumichi. Wajah naifnya tersenyum lebar, bercahaya, seputih dan sejernih air mukanya. Satu lengannya memeluk pundakku.
                “Hei, kau lama sekali. Aku sudah menunggumu dari tadi!” Kata anak itu tersenyum lebar, menyodorkan kepalan tangan padaku. Aku hanya memandang tak mengerti. Tak mau mengeluarkan sepatah kata pun.
                “Kau tahu? Ini tos terkenal tahu! Kepalkan tanganmu seperti ini, dan tabrakkan saja kepalan tanganmu pada kepalanku sekeras besarnya semangatmu hari ini!” Rikumichi mempraktekkan apa yang dikatakannya. Ekspresi bingung jelas terlukis pada wajahku. Sempat terbersit rasa kagum pada anak yang satu ini.
                Dengan perasaan campur aduk kulakukan apa yang disuruhnya dengan lemah, namun ia malah menyuruhku melakukannya lebih keras. Agar bisa merasakan semangatmu, katanya. Padahal jujur saja, aku tak punya semangat sama sekali untuk bersosialisasi, apalagi bersekolah. Apa boleh buat, untuk sekedar memuaskannya, aku tos lebih keras. Dia pun tersenyum lebar sampai terlihat giginya yang berkilat, semangatnya membara. Dengan bangga ia mengacungkan jempol padaku. Apa yang salah dengan anak ini?
                “Dengan ini kita resmi sebagai teman, teman sekelas, sahabat, dan adik. Aku beruntung bisa bertemu denganmu... bla bla.” Ia berbicara panjang lebar, yang jujur saja justru membuatku tak berkonsentrasi untuk menangkap kata-katanya. Hanya beberapa kata yang sempai kutangkap. Apa yang ada kutangkap hanyalah segerombol omong kosong dari mulutnya. Tidak, sebenarnya aku lebih percaya bahwa kata-kata itu takkan bertahan lama.
                Bosan, aku meninggalkan dia yang sedang nyerocos itu, cuek. Berjalan perlahan, memandang langit-langit kelas ini. Membiarkan pandanganku berkeliling pada kelas ini. Sedang yang ditinggal hanya bengong melihatku. Tak peduli, aku meneruskan langkahku.
                Kelas ini nampaknya lebih pantas disebut gudang. Bukannya sombong, bahkan dulu aku pernah tinggal di rumah yang seperti ini, ukurannya pun lebih kecil. Tetapi bau debu menyeruak menembus hidung. Sebagai anak yang alergi, ini sudah suatu keberuntungan besar karena aku tidak mengalami tanda-tanda alergi sampai saat ini. Aneh.
                Kayu-kayu yang jadi penopang utama kelas ini, yang berperan sebagai tembok, lantai, juga sebagai kerangka atap terlihat rapuh dimakan hujan dan usia. Bau sampah menyeruak masuk. Asbes yang bersandar pada dinding luar penuh dengan grafiti tak pantas. Padahal, kelas lain lebih nyaman dengan penuh dengan fasilitas memadai. Kelas ini terasa seperti kutukan, walau abjadnya A, menunjukkan bahwa seharusnya ini kelas paling awal, paling unggul, dan paling dihormati.
                Sebenarnya, kelas ini agak terpisah dari gedung utama.
                Mau bagaimana lagi? Aku hanya bisa pasrah. Keadaan keuangan keluargaku sedang kritis sekarang. Seakan tak bisa menolak, diriku “dibuang” di kelas ini karena biayanya kurang. Huft, ini sulit. Oh ya, setahuku anak bernama Rikumichi itu kaya. Lalu, kenapa dia bisa disini?
                “Hei, daripada melamun lebih baik kau duduk di kursi sampingku ini.” Kata-katanya membuyarkan lamunanku.
                “Oh, baik.” Jawabku singkat, cuek. Berjalan sekenanya menuju bangku kosong yang sepertinya sudah disiapkan untukku itu.
                Menunggu bel masuk, aku menopang kepalaku dengan tangan. Ekspresiku keruh. Ingin rasanya cepat pulang, walau sebenarnya aku haus akan ilmu. Hal yang paling kubenci dari hari pertama di sekolah baru, perkenalan di depan kelas. Pasti akan disambut dengan hujatan, cacian, pandangan mengejek, dan apalah itu namanya. Yang jelas, itu akan mengawali hal yang menjadi phobiaku. Sejenak, ingatanku melayang pada permulaan aku mulai hidup berpindah-pindah....

                “Haha! Dasar anak aneh! Disitu tidak ada apapun, tahu! Lagipula, anak yang lemah sepertimu apa pantas untuk dipercaya, ha?” Seisi kelas tertawa. Tawa yang terus terngiang dalam ingatan. Aku ingat benar saat itu adalah waktu setelah olahraga.
                Kesal, marah, campur aduk. Itulah yang kurasakan. Gigiku gemeretak. Tanganku bergetar hebat, mengepal. Wajahku merah padam. Rasa-rasanya, aura mengerikan sedang menyelimutiku sekarang. Aku telah dikendalikan oleh rasa marahku.
                Kepalan tanganku kupukul keras pada pintu kayu kelas. Suara berdebam seakan mendengung, memenuhi telinga kami semua. Tapi aku tak peduli. Apa mereka tidak bisa membayangkan betapa marahnya aku?
                Sejak kapan aku dikucilkan seperti ini?
                Sunyi, hening sesaat. Ada sedikit pandangan takut. Mereka tak habis pikir anak sekecil diriku bisa menimbulkan bunyi berdebam sedemikian kerasnya. Namun perlahan, ada tawa pelan dari satu anak. Semakin lama semakin keras, diikuti anak lainnya. Seisi kelas pun kembali terisi oleh tawa-tawa kejam dari mereka. Mereka tertawa membabi buta, seperti kesurupan.
                Menyadari sesuatu, aku segera mundur. Mengambil ancang-ancang dan timing yang tepat. Otot-ototku kembali lemas. Tapi, persis seperti yang kuduga, ada anak yang maju dengan beraninya. Tatapannya keruh, sadis, seperti seorang psikopat. Senyumnya kejam,  membuat siapa saja yang melihatnya merasa takut.
                “Ada apa, anak kecil? – “ Suaranya bercampur. Entah efek apa, tapi suara asli anak itu bercampur dengan suara... yang aku sendiri tak bisa menebak dari mana asalnya. Mungkin seperti suara  yang tercampur suara efek video yang diputar lebih lambat dari kecepatan asli. Bedanya, ini nyata. Keningku berkerut.
                “Kau takut? Sini, lawan aku!” Nadanya seperti mengejek. Aku menggeram pelan. Barangkali ini akan jadi akhir duniaku. Jelas, aku tak punya kekuatan sama sekali untuk melawannya. Terpojok, kali ini hatiku pasrah. Mencoba untuk bersikap tetap berani, apapun akhir yang terjadi.
                Aku diam sesaat, mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ada.
                “Keluar dari temanku, sialan!” Aku menggeram liar, berteriak sekuat tenaga. Tangan kanan kulesatkan kesamping menunjukkan ketegasanku. Bersamaan dengan itu, anak itu terlempar. Entah apa yang terjadi, gerakannya mengikuti gerakan tanganku. Untungnya, di dinding kelas ada matras yang dititipkan guru olahraga pada kelas kami. Beruntung, ia tak mengalami benturan yang berarti karena mendarat pada matras yang empuk itu. Tapi tetap saja suara “bum!” hasil dari tubrukan anak itu dan matras tak dapat dihindari.
                Sejenak aku merasa lega. Tapi di lain sisi..., apa akulah penyebabnya?
                “Kurang ajar!!” Mulut semua anak di kelasku menganga keatas, mengeluarkan aura hitam yang berlalu pergi. Mereka mendadak lemas, berjatuhan di lantai. Sempat terpikir, mengapa hanya diriku yang tidak terkena pengaruh jahat itu?
Mendadak ada suara orang berlari. Mungkin panik karena bunyi berdebam tadi. Tak tahu apa yang harus kulakukan, aku berdiri di tempat. Shock melihat keadaan sekitar. Ternyata orang tadi adalah guru olahraga kami. Beliau shock juga melihat keadaan kelas. Saat melihatku, ada sebersit pandangan takut. Mungkin beliau mengira akulah penyebab semua ini. Tanpa bertanya apapun padaku, beliau mengusirku pergi.
Dan tanpa bertanya juga, aku pun pergi secepatnya menuju halaman kosong agak jauh dibelakang sekolah. Tempat sebatang pohon sakura tumbuh dengan cantik. Tempatku menenangkan diri.
Aku meringkuk dibawah pohon sakura. Memeluk kaki, menangis sejadi-jadinya. Mencoba mengerti apa yang sedang terjadi. Setelah tenang, aku menyadari beberapa hal yang telah terjadi. Tapi, lebih banyak lagi yang tak kumengerti. Apapun itu, saat aku mengayunkan tangan, temanku itu terhempas mengikuti gerakan tanganku. Jujur, aku tak ada niat untuk mencelakakannya. Ditambah lagi, kenapa mereka semua bertingkah seperti kesurupan?
Perlahan, kubulatkan tekadku seperti tadi. Aku ingin kembali ke sekolah, menjelaskan apapun yang terjadi. Tapi sebelum itu, mengetes adegan tadi rasa-rasanya tak masalah. Sambil mengayunkan jari telunjuk ringan ke kanan dan kiri, ku berucap:
“Mohon bantuannya...” Semenjak itulah pohon sakura itu jadi pohon harapanku.

– Bersambung – 

Catatan Auth: Maaf banget updatenya kelewat lama >< ini baru ada laptop buat ngetik //bletak. Semoga suka ya... 

Senin, 08 Juni 2015

Yukigami Bab 6

UPDATE: 7 Juni 2015

Setahun berlalu sejak kejadian itu. Tidak, ini sudah lebih dari setahun.
Pada akhirnya aku hanya berharap pada sesuatu yang tidak mungkin. Entah kenapa hati ini selalu berdoa agar Reiko kembali, walaupun pikiranku sepenuhnya tahu hal itu hanyalah tabu...
Aku berjalan sendirian di trotoar, ditengah keramaian jalan raya. Shigeru? Dia sudah pulang sedari tadi.
Yah, seperti yang kau lihat. Aku mengambil jalan yang bukan menuju rumahku.
Ngomong-ngomong, salju pertama turun hari ini. Lagi-lagi aroma kehangatan dari salju ini tercium.
Tapi, kenapa yang satu ini terasa sedikit berbeda?
Entahlah, tapi yang pasti aku merasa dibodohi. Tidak, mungkin diriku yang bodoh. Bagaimana aku bisa percaya pada rumor murahan seperti itu?
Bagaimanapun juga, rasanya rasa sesal ini tak dapat terhindarkan.
....
Huh? Apa yang terjadi? Kenapa aku tertidur di trotoar?
Normal POV
Flashback on
Touko masih berjalan menunduk. Rasa sesalnya tak dapat hilang. Salju pertama musim dingin ini semakin mengingatkannya pada kenangan pilu setahun lalu.
Tiba-tiba angin berhembus secara aneh disamping Touko.
Ia tahu itu bukan angin biasa. Ini adalah aura seorang ayakashi berlevel tinggi. Ah tidak, ini lebih seperti “dewa” nya ayakashi. Tapi, hanya sekelebat bayangan yang bisa Touko lihat.
“Maaf, apakah anda ayakashi berlevel tinggi?” Tanya Touko memberanikan diri. Yah, disaat-saat seperti ini sifat “sangat penasaran” nya malah kembali.
“Ah? Iya. Seperti itulah...” Jawabnya malu-malu. “Jadi, kenapa kau memilih berbicara padaku padahal kau hanya bisa mendengar suaraku?” Kali ini suara perempuan lembut itu terdengar serius.
Touko menelan ludah, ayakashi ini kuat sekali. Sampai-sampai ia tahu bahwa Touko hanya bisa mendengarnya suaranya.
“Tidak, saya hanya ingin mengobrol sedikit dengan ayakashi. Sudah lama saya tidak melakukannya.” Jawab Touko ragu, biasanya dewa ayakashi sedikit lebih sensitif daripada ayakashi kelas bawah yang biasa ia lihat.
“Hm..., begitu ya? Kalau begitu...”
Dari auranya, ayakashi itu terasa mendekat. Dekat sekali sampai-sampai Touko merinding dibuatnya.
‘... harapanmu, terdengar keras dan jelas!’
Kali ini suara ayakashi itu aneh. Terdengar berbisik, tetapi tegas dan terus mengalir dalam hati Touko.
“Aduh!” Teriak Touko sambil memegang jidatnya dan secara reflex matanya tertutup.
Sepertinya ayakashi itu memukulnya...
Dan ketika mata Touko terbuka secara perlahan...
“A...apa?!” Kata Touko setengah berteriak. Entah kaget atau takut. “A...aku bisa melihat ayakashi level tinggi?!”

Kali ini terlihat jelas ekspresi ketakutan dari Touko. Ia memang bisa melihat youkai dan ayakashi walaupun hanya yang berlevel rendah. Tetapi, dia tak pernah menginginkan untuk melihat mereka yang berlevel tinggi. Kenapa? Dia takut. Yah, sama takutnya seperti orang biasa. Bukan hanya itu, orang berkekuatan spiritual lemah seperti dia, bila sampai tak sengaja melihat ayakashi berlevel tinggi maka tubuh dan kekuatannya akan melemah. Bisa jadi, mereka akan sakit bahkan mati.
----Bersambung---
#NulisRandom2015 Day 7

Selasa, 02 Juni 2015

Yukigami Bab 5

Angin dingin perlahan membuatku menggigil. Mataku kubuka perlahan. Bersamaan dengan itu, aku menyadari bahwa ini sudah larut malam.
“Mimpi ya?”
Aku bergumam.
Oh, berarti sedari pagi sampai selarut ini yang kukerjakan hanya tidur? Huft, betapa sia-sianya waktuku hari ini.
….. tes… tes…
Entah karena apa, air mataku mengalir deras. Mungkin kenyataan ini yang membuat air mata ini tak tertahankan. Ditambah lagi, jika waktu itu aku bisa sedikit peka dan memaksakan kehendak, Reiko pasti masih hidup sekarang. Tak ada yang tahu penyebab Reiko meninggal semuda itu, tapi aku yakin, itu pasti sesuatu yang tidak bisa kumengerti dengan benar.
Mungkin karena terlalu larut, atau karena mataku terlalu berat menerima tetesan air mata yang semakin menjadi, alam bawah sadarku kembali membimbing menuju alam mimpi.
Dimana ini? Gelap sekali…’
Suaraku terdengar menggema. Apa ini sebuah ruangan yang luas hingga suaraku dapat bergema seperti ini?
Tiba-tiba ada suara gemerincing bel angin. Bersamaan dengan itu, muncullah titik-titik cahaya yang semakin lama semakin besar, membuat seluruh ruangan tanpa batas ini bersinar terang.
Aku hanya bisa menutup kedua mataku dengan tangan.
Dibalik cahaya yang terang benderang itu muncul sosok dengan senyum yang hangat. Auranya sangat kuat, dan rasanya…, sungguh familiar bagiku.
Perlahan tapi pasti, cahaya itu memudar dan memperjelas wujud dari sosok dibali cahaya itu, menambah keyakinanku tentang perasaan familiar itu.
“Reiko! Apa itu kau? Syukurlah kau masih hidup!”
Kataku berteriak sekuat tenaga setelah yakin bahwa sosok itu adalah Reiko.
Sosok itu hanya tersenyum, menggeleng pelan.
“Hei, ceritakan padaku, apa yang terjadi padamu selama lima hari itu? Aku ingin tahu!”
Yah, rasa penasaran ini hampir-hampir membunuhku. Mau tidak mau aku harus menanyakannya sebelum pikiran ini meledak. Walau begitu, aku tak mau berprasangka buruk dulu.
Lagi-lagi ia hanya diam seribu bahasa. Entah apa yang terjadi tapi tiba-tiba aku dapat menerjemahkan arti dari ekspresinya itu. Kira-kira, ia ingin berkata: “Apa kau benar-benar ingin tahu?”
Aku mengangguk cepat. Rasa antusias ini tak dapat dihindarkan.
Sosok itu menutup matanya. Titik-titik cahaya bermunculan lagi.
Dan ketika cahaya itu perlahan memudar, samar-samar terlihat Reiko yang sedang menutup wajah bagian kanannya dengan telapak tangan.
Aku tetap menunggu kepastian.
Perlahan-lahan Reiko menyingkirkan telapak tangan dari wajahnya. Sedikit demi sedikit terlihat sebuah garis… tidak, beberapa garis berbentuk seperti akar. Warnanya hitam diselingi cahaya merah pudar yang menambah efek seram. ‘akar’ itu…, memenuhi wajah kanan Reiko.
Keringat dingin mengucur deras diseluruh tubuhku. Mataku tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Gigiku bergerit, tak dapat berkata-kata. Seluruh tubuhku bergetar hebat.
Itu adalah tanda kutukan ayakashi.
‘Ini adalah gambar dari tanda kutukan youkai yang paling kuat di daerah ini. Memang, damagenya tak terlalu besar, tapi kau takkan menemukan cara untuk menghilangkannya. Tidak seperti tanda kutukan youkai lain yang mempunyai cara untuk dihilangkan, tanda ini takkan bisa dihilangkan. Tanda ini akan menghisap daya kehidupanmu selama lima hari. Di hari terakhir, pasti kau akan mati.’
Kata-kata dari youkai bernama Hinoe, teman Reiko itu terus terngiang-ngiang ditelingaku. Walaupun dia tak terlihat, tapi suaranya tetap terdengar, dan tentu saja gambar dari ‘akar’ itu terlihat olehku.
Kini aku sadar, Reiko benar-benar telah tiada.
“Hei, katakan padaku…, kau akan kembali kan?”
Harapan aneh ini kembali terucap.
Sosok itu hanya tersenyum, menghilang bersama hangatnya cahaya putih yang bersinar sesaat, menenangkan diriku.

Apa ini? Perpisahan? Tidak! Aku tidak mau menerimanya!

Setelah beberapa lama, saya memutuskan untuk melanjutkan ff ini dalam rangka #NulisRandom2015. Harap maklum cuma bisa posting segini karena writer's block sedang menyerang. Sekian.

Minggu, 11 Januari 2015

Yukigami Bab 4

Bab 4

Aku setengah berlari meninggalkan Shigeru yang masih melongo karena kelelahan. Yah, selama diriku masih terlihat oleh Shigeru tidak ada masalah kan? Meskipun ia mengikutiku dengan raut wajah penuh lelah, tapi dengan teganya aku tidak memperlambat laju lariku. Tak apa, inilah seorang Touko yang sedang bersemangat!
Hampir sampai ke belokan dekat rumah Reiko, terlihat beberapa bayangan ayakashi. Tidak, bukan beberapa tapi sangat banyak. Apa malam ini ada badai?
Sayup-sayup suara ayakashi rendahan terdengar di telingaku.
‘Natsume Reiko-sama! Natsume Reiko-sama! Kami datang!’
Rupanya mereka memanggil-manggil nama Reiko, dan tambahan -sama itu membuktikan bahwa mereka sangat “mendewakan” Reiko. Ah bukan, mungkin hanya menghormati? Atau mereka malah ingin memakan Reiko?
Aku segera mempercepat lariku, sementara Shigeru tinggal mengikuti belokan ini untuk sampai ke rumah Reiko, jadi tak perlu khawatir.
Sampai didepan rumah Reiko, mulutku hampir-hampir menganga selebar buah apel.
Begitu banyak ayakashi yang mengunjungi rumah ini. Ada beberapa manusia juga, tapi jumlahnya sangat sedikit.
Selama ini yang kutahu Reiko dirawat secara bergantian oleh kerabatnya sejak orang tuanya meninggal saat ia duduk di bangku kelas satu sekolah dasar. Entah kenapa, mereka yang mengasuh Reiko akhirnya mendapat kesialan demi kesialan. Mungkin kutukan dari ayakashi? Karena itulah, mulai dari kelas pertama Reiko di SMP sampai tahun kedua SMA-nya (sekarang), ia hanya diberi upah makan dan sedikit untuk kebutuhan sekunder. Itupun kerabatnya memberi dengan tak ikhlas. Ya ampun, sulitnya menjadi Reiko.
“Ano…, kenapa rumah ini ramai?”
Kebetulan ada youkai (sejenis monster, ayakashi tergolong sebagai salah satu jenis youkai) lemah lewat didepanku. Tak mau buang-buang waktu, aku segera menanyainya sebelum ketahuan Shigeru.
“Oh? Temannya Reiko-sama ya? Mereka semua adalah ayakashi yang berteman dengan Reiko-sama, dan sepertinya ada sesuatu….”
“Sesuatu?”
Maka langkah lebar segera kuambil untuk mengikuti youkai kecil yang melompat-lompat menuju rumah Reiko.
Sementara itu Shigure nampaknya hanya bisa menunggu didepan rumah, karena ia kelihatan takut dengan apa yang kulakukan barusan. Yah, dia kan tidak tahu menahu tentang youkai ataupun ayakashi, apalagi tentang aku yang ‘sedikit’ bisa melihat mereka. Lebih baik kalau dia tidak pernah tahu.
Hm, pintu rumah Reiko tak dikunci, jadi aku segera masuk sambil mengatakan ‘permisi’ baik untuk Reiko maupun untuk youkai dan ayakashi disini.
Terlihat beberapa bayangan ayakashi, beberapa wujud youkai lemah tampak jelas dimataku, dan sepertinya ada lebih banyak ayakashi level tinggi disini. Walaupun aku tidak bisa melihat mereka yang berlevel tinggi, tapi setidaknya telingaku masih bisa menangkap suara mereka.
“Manusia? Temannya Reiko-sama kah? Bukankah Reiko tidak punya teman?”
Suara itu terdengar jelas ditelingaku, namun aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk menemukan keberadaan si pemilik suara.
“Hei kalian, jangan bercanda! Dia ini benar-benar temannya Reiko-sama, aku yakin karena sering melihatnya berjalan bersama Reiko.”
Hoho sepertinya youkai yang kutemui di halaman depan tadi ini membelaku. Baik sekali.
“Hm begitu…”
Bayangan-bayangan itu terlihat mengangguk-angguk.
“Anu, Reiko dimana?”
Aku memberanikan diri bertanya, sambil melihat ke sembarang arah karena tidak tahu persis posisi mereka yang berlevel tinggi.
“Eh? Dia hanya bisa mendengar kita? Lemahnya~”
Mereka baru sadar, huh?
Aku hanya bisa menghela nafas sambil mengepalkan tanganku secara sembunyi-sembunyi. Kuakui  diriku ini lemah, tapi setidaknya manusia lain lebih lemah dariku.
Yah, daripada membuang energi untuk memprotes ucapan mereka, dan pastinya berujung pada kutukan, lebih baik aku diam dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Maklum, youkai dan ayakashi sering berbicara diluar topik, apalagi kalau youkai itu seorang “dewa”, maka ia akan semakin sering berbicara diluar topik. Yah, rumor mengatakan, mereka bersikap seperti itu karena peraturan seorang dewa itu sangat ketat dan berbahaya.
“Benarkah kau tidak tahu apa-apa tentang Reiko?”
Suaranya berwibawa. Pasti ini seorang dewa yang sedang serius.
“Ya! Aku benar-benar tidak tahu! Jadi…, maukah kalian memberitahuku? Kuakui kalian semua tidak pernah percaya pada manusia. Tapi kumohon, sekali ini saja, beritahukan hal itu!”
Apa ini? Aku merasa aneh. Ada apa dengan pikiranku? Ah tidak, ini bukan pikiranku, tapi hatiku. Hatiku bergejolak seakan merasakan sesuatu yang buruk. Biasanya itu benar. Mungkinkah?
“Dia banyak bicara juga ya?”
“Iya juga. Aku tidak menyangka Reiko-sama bisa dekat dengan seseorang yang banyak bicara seperti itu.”
“Tidak pernah percaya pada manusia, huh? Kau pikir kami tidak percaya pada Reiko, nak?”
Nada bicaranya santai tapi, aku merasakan ada hawa tersinggung darinya. Dilihat dari auranya, mungkin dia tepat didepanku.
“Em, maaf. Bukan maksudku seperti itu.”
“Kau benar-benar ingin mendengarnya? Mungkin ini akan membuatmu sedih.”
Sedih? Yang benar saja….
“Aku sangat yakin!”
Jawabanku memang terdengar mantap. Tapi jauh dalam hatiku, aku khawatir.
“Reiko sudah mati.”
Mati? Tidak mungkin! Reiko itu kuat dan bisa mengalahkan youkai apapun! Bagaimana bisa?
“I… itu bohong kan?”
Mulutku bergetar, tapi secercah harapan masih tersisa dalam hatiku. Aku yakin itu bohong.
“Mana mungkin aku bohong kalau itu soal Reiko?”
Badanku terasa lemas. Aku tak tahan disini, ini mungkin mimpi! Jadi, jika aku kembali ke tempat tidur dan bangun…, pasti semua akan kembali normal!
Kaki ini kupaksa berlari secepat mungkin ke rumah, sementara parsel buah yang seharusnya untuk Reiko kutinggalkan begitu saja disana. Shigeru dengan setengah melongo akhirnya cepat-cepat pulang kerumahnya juga.
Tubuh ini langsung kurebahkan diatas kasurku. Air mataku mengalir deras dan membuat bantalku terasa seperti kain basah.
“Ada apa, Touko?”
Suara itu…, Ibu kan? Apa aku harus menjawab pertanyaan itu?
“Hm, tidak mau cerita ya? Ya sudah, besok pagi ceritakan pada Ibu ya?”

Pendengaranku mengatakan, Ibuku saat ini masuk ke kamarnya, yang berarti beliau tak terlalu mempermasalahkan hal ini. Yah, pada akhirnya aku hanya bisa menghela nafas dan tertidur…. 

Selasa, 30 Desember 2014

Yukigami (Dewa Salju) Bab 3

Bab 3

Tepat hari kelima ya? Aku harus segera menemui Reiko. Tapi, ini masih pagi dan sedari tadi Shigeru belum mendatangi kelasku. Ya ampun…, dasar manusia yang tidak peka.
“Permisi, apa Touko-san ada dikelas?”
Panjang umur, si Shigeru yang baru saja kupikirkan mendadak menyembulkan kepalanya di pintu kelas.
Yah, untung saja ini jam istirahat jadi tidak ada yang merasa terganggu dengan itu. Aku cukup khawatir kalau tiba-tiba dia mencariku saat jam pelajaran seperti biasanya. Huh, bikin malu saja.
“Oh, Shigeru rupanya.”
Aku segera menghampirinya. Kepalan tanganku segera kuluncurkan ke wajah Shigeru, namun sasarannya malah memasang wajah polos.
“Ya ampun kau ini…”
Jari telunjukku menyembul dari kepalan tangan dan segera menjitak jidatnya.
“Aduh!”
“Kenapa baru muncul sekarang? Aku sudah menunggu dari tadi dan kau malah dengan santainya datang kemari dengan wajah tanpa dosa…. Ya ampun….”
“Maaf, Touko-san. Aku lupa.”
“Ah sudahlah. Sebelum waktu istirahat berakhir sebaiknya kita segera menyusun rencana untuk ke rumah Reiko hari ini. Nanti malam jam 7 kita berkumpul di rumahku. Kau tidak usah bawa apapun, biar aku bawa buah. Setuju?”
“Hm…, baiklah.”
Waktu terasa menyenangkan kala itu. Perasaan nostalgia memenuhi hati. Teringat saat-saat pertama bertemu gadis super cantik itu. Yah, bahkan ayakashi kecil dan lemah yang selama ini dapat kulihat dengan sempurna, mengakui kecantikannya.
Untunglah mereka ayakashi yang baik, jadi merekalah yang menuntunku ketika ayakashi mononoke (ayakashi dengan perasaan benci dihatinya, atau biasa disebut evil spirit) ingin menyerangku. Yah, ini mungkin merepotkan, tapi aku tidak bisa melihat ayakashi berkekuatan spiritual kuat, hanya bisa mendengarnya. Walaupun begitu mereka masih saja bisa menyentuhku. Ya ampun….
Malam telah tiba. Aku mondar-mandir di depan rumah menunggu Shigeru sambil membawa parsel buah yang kubeli tadi sepulang sekolah. Nampaknya jam karetnya itu masih saja berlaku bahkan untuk sahabatnya sendiri.
“Hei!! Touko-san!”
Teriak seseorang dari jauh. Aku tak bisa melihatnya karena gelap. Shigure kah?
“Maaf ya, tadi aku membersihkan rumah bersama orang tuaku jadi….”
Ternyata benar Shigure. Ia mengatakan itu dengan terengah-engah. Sepertinya dia memang tergesa-gesa.
“Ah, sebaiknya kita segera pergi sebelum malam semakin larut.”
Dengan teganya aku memotong kata-kata Shigeru.

“I… iya baiklah.”

Kamis, 25 Desember 2014

Drama Agama: Si Pendendam dan Si Pemaaf

SI PENDENDAM DAN SI PEMAAF

Suatu hari, Bu Trischa, guru di SMP Negeri 2 Jombang, sedang membagikan hasil rapor kelas 8 K. Ia membagikan rapor tersebut kepada 4 orang muridnya, yakni Mirza, Nizar, Tisa, dan Ivan. Mirza dan Tisa adalah murid teladan, mereka meraih posisi 1 dan 2 pararel di SMP tersebut. Mereka menjadi kebanggaan sekolah dan disukai banyak guru. Sedangkan Nizar dan Ivan adalah murid ternakal dan memiliki nilai terbawah di SMP tersebut. Lantaran nilai dan sikap mereka yang buruk, banyak guru dan murid yang tidak suka dengan mereka. Mereka akhirnya selalu mengejek dan berbuat hal yang buruk kepada Mirza dan Tisa. Dan mereka akan berulah lagi..

(bel masuk)

Trischa            : baiklah anak2 ibu akan membagikan raport uts kalian.. Mirza Muhammad? (menyerahkan)
Mirza   : iya bu.. (nerima)
Trischa            : selamat ya Mirza.. kamu mendapat peringkat 1 dikelas sekaligus peringkat 1 pararel.. pertahankan prestasimu ya
Mirza   : baik bu saya akan berusaha sebaik2nya
Trischa            : lalu Tisa selamat, walaupun hanya peringkat 2 tapi jangan sampai patah semangat ya. Terus lah belajar..
Tisa      : baik bu, akan saya usahakan
Trischa            : lalu Ivan... haah... lain kali belajar lah yang betul jangan sampai kalah dengan Mirza..
Ivan     : iya iya bu.. lain kali saya akan lebih belajar lagi..
Trischa            : kemudian Nizar.. lain kali kamu harus belajar lagi ya karena nilai kamu selalu dibawah rata2
Nizar    : haah.. itu hanya karena kurang beruntung aja.. santai aja bu..
Trischa            : jangan bersikap seperti itu, nilai kamu itu paling bawah sendiri di kelas kalau kamu tidak belajar bagaimana kamu dapat menyusul Mirza?
Nizar    : tch lagi2 Mirza..(memalingkan muka) apa hanya Mirza, murid yang ada di kelas, kok ibu selalu membicarakan dan membanding2kan saya dengan Mirza..bikin kesel aja..
Trischa            : ibu tidak membanding2kan kamu dengan Mirza, ibu hanya memotivasi kamu aja agar lebih giat belajar dan kamu seharusnya tidak berkata seperti itu dengan guru, tidak sopan
Nizar    : haaah... iya deh bu guru.. maaf telah berkata tidak sopan dengan ibuk.. habis saya kesal dengan Mirza yang terlalu sok pintar dan baik, selalu mengambil rangking 1,dan pamer
Trischa            :  udah udah ibu pusing dengerin kamu, yang terpenting kamu harus terus belajar dan kalau bisa tiru Mirza.. (menunjuk Mirza) kalau begitu, ibu mau pergi dulu ya, tolong tetap di kelas dan jangan sampai ramai. Ya sudah ibuk pergi dulu ya, assalamualaikum. (pergi)
All        : waalaikumsalam..  hati2 ya bu..
Nizar    : tch.. aku mulai benci dengan si Mirza itu, bikin kesel aja.. akan kukerjai dia.. hahaha

Ketika Mirza sedang berjalan, dengan sengaja Nizar menjegal dan mendorong Mirza sampai jatuh.

Mirza   : aduh sakit... (sakit, pegang lutut)
Nizar    : maaf maaf aku kagak sengaja hahaha.. (ngejek)
Tisa      : kamu gak apa Mirza?
Mirza   : tidak apa2 kok hanya ke gores aja
Tisa      : sakit ya?
Mirza   : tidak kok.. gak papa..
Nizar    : woy woy jangan pacaran disini, bikin enek ngeliatnya.. (memalingkan muka, ngejek)
Tisa      : siapa yang pacaran.. aku hanya membantu Mirza yang habis kamu dorong sampai jatuh tadi. (marah)
Nizar    : siapa yang mendorong? Aku kan tidak sengaja.. lagian salah Mirza ada didepanku..
Tisa      : kok malah nyalahin Mirza sih? Kamu yang salah!!
Mirza   : udah udah jangan bertengkar, mungkin memang aku yang agak ceroboh sampai aku jatuh segala.. hehe 
Nizar    : jangan sok baik deh.. bilang saja kamu marah sama aku.. ya kan?
Mirza   : aku gak marah kok karena ada hadits yang menerangkan bahwa orang yang kuat bukanlah orang yang bisa berkelahi tapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan amarahnya.. maka dari itu, aku gak akan marah kok
Nizar    : jadi kamu pikir kamu kuat haaahh.. (mengangkat kerah baju Mirza) jangan karena kamu dapat rangking 1 dan disukai guru terus kamu dapat berlagak sok gitu, haahh..
Mirza   : aduh duh.. tolong lepaskan...
Tisa      : Nizar lepasin Mirza..

Lalu datanglah Ibu Trischa, yang kebetulan sedang lewat. Ia langsung melerai Mirza dan Nizar.

Trischa            : ada apa ini? Nizar lepasin Mirza sekarang... kamu ini apa2an sih.. (kerah baju di lepaskan)
Nizar    : ini bu, Mirza yang mulai.. dia tuh sok kuat dan mengejek aku pemarah..
Trischa            : benarkah itu Mirza?
Mirza   : tidak bu, saya tidak mengejek Nizar.. malahan Nizar yang tiba tiba mengangkat kerah saya ..
Tisa      : iya bu..  Nizar yang salah..
Trischa            : Niizaarrr.... sini kamu.. (mencubit,menjewer )
Trischa            : beraninya kamu bikin ulah dengan anak terpintar di sekolah, seharusnya kamu tahu dong, anak nakal sepertimu tidak boleh melukai anak seperti Mirza.. paham?
Mirza   : tapi bu ini curang kenapa selalu mirza yang dibela...
Trischa            : ibu tidak membela siapapun, hanya saja tindakanmu itu dilarang .. itu tidak baik... sebagai hukumannya sepulang sekolah kmu harus membersihkan toilet..
Nizar    : haah?? Tapi bu??
Trischa            : tidak ada tapi2an.. sepulang sekolah kamu dilarang pulang duluan atau ibuk akan lapor sama orang tua kamu.. sekarang bubar semua.. (lalu Trisca pergi)
Nizar    : alah.. semua gara2 kamu.. aku akan membalasmu lain kali.. tunggu saja.. (pergi semua)

Nizar pun semakin jengkel dengan Mirza, dan kemudian datanglah Ivan.

Ivan     : hey bro, emosi ajaa hahaha..(menepuk bahu)
Nizar    : bra bro bra bro... emang tombro.. jangan bikin ulah dulu, van.. sekarang aku lagi bad mood kalau kagak mau kuhajar mending diem..
Ivan     : tenang bro, tenang... aku disini malahan mau ngebantuin buat ngerjain si Mirza itu..
Nizar    : beneran nih? Gak bohong?
Ivan     : sumpah deh... lagian aku juga lagi kesel banget sama si tukang sok baik itu.. anak itu selalu mencuri perhatian guru2 dan apapun kesalahannya selalu dimaafkan sedangkan kita, bro.. boro boro dapat perhatian.. malah dapat hukuman, kan?
Nizar    : hahaha.. bener juga apa katamu.. mungkin kalau kita bersatu kita bisa menjatuhkan pamor si anak teladan itu... hehehe..
Ivan     : hehe.. bener banget dan aku punya ide.. akan kubisikkan rencananya....
Nizar    : oke oke...

Persengkongkolan antara dua murid ternakal akhirnya terbentuk antara Nizar dan Ivan. Mereka bersama-sama berusaha untuk membalas dendam kepada Mirza. Esok hari, Ivan berencana untuk membuat mirza mendapat nilai yang buruk dengan cara menyuruh Mirza untuk mengerjakan semua PR mereka berdua dengan bantuan Nizar.

Nizar    : woy Mirza..
Mirza   : a..ada apa Nizar... maaf soal yang kemarin... aku benar2 tidak bermaksud membuat kamu sampai dihukum seperti itu.. maaf ya..
Nizar    : maaf... maaf.. enak aja, nih kerjain pr ku.. (menyerahkan pr)
Mirza   : lho knapa kok aku yang mengerjakan??
Nizar    : karna kemaren aku gak sempet ngerjain gara2 dihukum Bu tris, dan nanti sore aku ada latihan basket jadi tolong kerjakan.. dan jangan sampai ketahuan guru, kalau ketahuan.. mati kau..
Mirza   : lho lho.. aku tidak mau zar.. kalau aku yang mengerjakan terus bagaimana dengan pr ku..
Nizar    : mau kuhajar...hah.. aku gak peduli dengan pr mu yang jelas besok pr ku harus sudah selesai. Titik.
Mirza   : bb..baikk.. nizar. Akan kukerjakan..

Nizar    : gimana bro tadi... hahaha
Ivan     : mantap kayak di sinetron2.. hahaha.. aku yakin dia pasti takut..
Nizar    : ya iya dong, gue.. dia pasti takut dengan kekuatan’Ku’..
Ivan     : bukan ‘ku’ tapi ‘kita’.. aku yang buat rencana. Dasar..

Hari berikutnya, Bu Trischa menilai dan membagikan hasil pr mereka.

Trischa            : mirza, tumben kamu dapat 70..
Mirza   : oh itu buk.. ka.karna kemaren aku bantuin ibukku jualan gorengan jadi aku kelelahan..
Trischa            : ooo.. ya sudah.. lain kali harus lebih baik dan usahakan kamu cukup istirahat.. oke
Mirza   : oo..okee buu..
Trischa            : dan untuk nizar.... nizar? Kamu 100?
Nizar    : benar buk? Yeeesss...!! akhirnya..
Trischa            : tapi ini bukan seperti tulisanmu biasanya.. ini seperti.. tulisannya mirza..
Nizar    : ndak mungkin bu.. saya kalau lagi serius memang begitu bu..
Tisa      : memangnya kamu belajar?
Nizar    : loh ya iya.. orang pintar itu harus selalu belajar... kemaren sepulang sekolah, aku langsung pulang dan belajar dengan giat.. kamu pasti gak belajar kan.. hahaha
Ivan     : betul itu.. saya juga ikut belajar dirumahnya nizar bu.. walau gak yakin dapet seratus sih..
Tisa      : oo.. langsung pulang.. bukannya kemaren kalian kumpul2 dan latihan basket.. soalnya kemaren aku sempet liat kalian berdua main basket di lapangan sekolah sekitar pukul 5 sore..
Nizar    : lo.. kamu bohong.. kemaren aku langsung pulang naik sepeda bareng ivan..
Tisa      : bukannya kamu tidak punya sepeda dan selalu naik sepeda motor...
Trischa            : kelihatannya semua yang kamu katakan itu bohong, nizar..dan itu berarti..yang mengerjakan pr mu itu mirza??
Nizar    : tidak buu..
Trischa            : jawab yang jujur... mirza.. apa kamu yang mengerjakan semua pr nya nizar
Mirza   : i..iya... buu.. kemariin.. nizar mengancam saya jadi saya kerjakan pr nya buu..
Trischa            : ooo jadi kamu mengancam mirza.. baiklah kalau begitu, kamu dan ivan ibu kasih nilai 0
N&I      : apa..??!! tapi buk!?!!
Trischa            :Tidak ada tapi tapian... sekarang ikut ibu ke ruang bk..
N&I      : awas kau, mirza... (menunjuk dg marah)

Keesokan hari, Ivan yang kesal dengan mirza, menyelinap ke kelas dan membuang tas milik Mirza

Ivan     : hehe.. akan kubuang tas nya ke tong sampah.. biar tahu rasa.. (ambil tas, buang, lari)
Mirza   : aduuh.. kemana tas ku ini... apa nizar yang mengambil.. ah jangan su’udzon dulu deh, lebih baik cari tas.. (mondar-mandir dan pergi)

Ketika Mirza pergi, Tisa datang dan menemukan tas mirza di dalam tong sampah

Tisa      : tas ini.. miliknya mirza... kok ada di tong sampah ?? ini pasti gara2 nizar.. (mengambil tas)
Trischa            : ada apa tisa..? tas siapa itu?
Tisa      : ini bu.. tas nya mirza dibuang nizar ke tong sampah..
Trischa            : apa..anak itu benar benar nakal... dimana nizar sekarang... (nizar datang)
Nizar    : uwaah.. ngantuknya (menguap)
Trischa            : ikut aku ke ruang bk.. sekarang..
Nizar    : apa? Salah saya apa bu??
Trischa            : kamu membuang tasnya mirza ke tong samapah jadi kamu akan ibu kasih hukuman..
Nizar    : hah? Buk, ini fitnah... saya gak salah bu..
Trischa            : tidak peduli, sekarang ayo ikut ibu.. (sambil menjewer dan keluar)


Nizar yang telah terlanjur emosi, ingin menghajar mirza sepulang sekolah. Ia memilih lokasi parkiran sepeda karena mirza selalu naik sepeda dan keadaan di sekitar tempat itu sepi.

Nizar    : bro ayo ikut aku..
Ivan     : ngapain zar.. kalau gak penting  aku gak ikut deh.. daa..
Nizar    : aku serius, ayo kita hajar mirza di parkiran sepeda.. aku sudah muak banget dengan anak itu..
Ivan     : wow.wow.. dihajar? Beneran masbroo..?? itu dilarang kan disekolah.. bisa2 orangtuamu dipanggil dan kamu bisa diskors lhoo..
Nizar    : peduli amat, aku sudah benar2 dendam dengan anak itu.. jik kau tidak mau ikut ya terserah aku gak akan memaksamu.. akan kuhabisi sendiri si mirza itu.
Ivan     : weiitt... gak boleh ngambil bagian enaknya sendirian broo... iya bro aku ikut
Nizar    : kalau begitu kita samperin dia sekarang... ayo..

 Sesampainya di lokasi, tanpa basa-basi, Nizar langsung memukuli Mirza

N&I      : woy za.. tunggu!!!
Mirza   : ada apa? (langsung d hajar tanpa ampun)
Nizar    : itu hadiah buat mu.. ayo kita pergi..
Ivan     : rasain.. hahahaha

Mirza yang telah babak belur tidak bisa berdiri dan akhirnya pingsan. Untungnya segera setelah Mirza pingsan, tisa lalu datang dan membawa mirza pergi ke rumah sakit dengan bantuan Bu Trischa. Mirza lalu menceritakan semua kejadian yang menimpanya ke Bu Trischa saat di rumah sakit. Bu Trischa lantas menghubungi orang tua Nizar agar datang ke ruangan BK SMP negeri 2 Jombang untuk membicarakan tentang masalah Nizar.
Esok pagi, di SMP negeri 2 Jombang, orang tua Nizar datang ke sekolah dengan angkuh dan seolah-olah sedang terburu-buru. Ia lantas pergi ke ruang BK menemui Bu Trischa.

Tari      : permisi..
Trischa            : silahkan masuk.. anda orang tua nya ananda nizar, benar?
Tari      : huh.. benar.. saya orang tua nya nizar.. ada keperluan apa dengan saya, soalnya saya masih banyak pekerjaan..
Trischa            : hm.. begini ibu.. kemarin.. ananda nizar, telah memukuli temannya saat sepulang sekolah sampai anak tersebut masuk rumah sakit.. jadi tolong, ibu beritahukan kepada nizar, untuk segera meminta maaf dan tidak mengulangi perbuatannya lagi..
Tari      : ooo.. hanya begitu saja.. saya kira ada apa.. anak itu memang tidak pernah mau diberitahu..
Trischa            : hm.. kalau boleh saran ya bu.. alangkah lebih baik jika saat ibu memberi tahu, ibu jangan memarahi nizar.. karena kondisi psikis nya nizar sedang tidak stabil, lebih baik ibu menasihati nya dengan kasih sayang
Tari      : maaf ya bu, bukan bermaksud tidak sopan.. nizar itu kan anak saya, terserah saya donk mau menasihatinya dengan cara bagaimana..
Trischa            : memang benar bu.. tapi menasihati dengan kasar hanya akan membuat nizar jadi lebih tidak terkontrol…
Tari      : ya.. kalau tidak terkontrol itu bukan salah saya dong, salah nya nizar sendiri..
Trischa            : itu salah bu, anak akan merespon tindakan yang diberikan orang tua kepada mereka, jadi setiap perkataan yang ibu katakan, akan berpengaruh kepada nizar, apalagi sekarang ananda nizar sedang dalam masa pubertas ..
Tari      : hm.. ya ya ya.. maaf ya bu, saya harus pergi, ada meeting dengan klien sejam lagi.. jadi maaf ya bu..
Trischa            : oh iya tidak apa2, tolong nasihati nizar ya bu..
Tari      : permisi..
Trischa            : pantas saja nizar berperilaku seperti itu… saya jadi kasihan dengan anak itu sendiri

Ketika di rumah, benar saja.. Nizar langsung dimarahi dan dipukul ibu nya lantaran ibunya malu dengan perbuatan yang telah merusak nama baiknya tersebut. Mulai saat itu, Nizar benar2 ingin membalaskan dendam nya. Ia pun membeli dan meramu racun ke dalam minuman dan agar tidak terlihat janggal, ia juga membeli minuman yang sama tanpa diberi racun untuk mengelabui mirza.
Keesokan hari nya, nizar bergegas mencari mirza untuk memberi minuman racun buatannya.

Nizar    : haha.. akan kuracuni mirza, aku sudah benar2 sudah tidak peduli lagi.. (menabrak tisa, tumpah)
Tisa      : maaf, aku tidak sengaja..
Nizar    : sialan kau.. bajuku jadi basah.. pergi kau… (tisa pergi)
Nizar    : akan kutaruh disini dulu….(mengeringkan baju dg tisu) Yosh..

Nizar segera menghapiri mirza yang sedang duduk sendirian.

Nizar    : mir..
Mirza   : apa zar.. ?
Nizar    : maaf ya kemaren aku memukuli kamu, aku khilaf.. sumpah maafin aku yo..
Mirza   : oo.. gak apa2, kalau kamu sudah minta maaf berarti kamu sudah mau mengakui kesalahanmu. Aku maafin kok.
Nizar    : oke lah... nih aku kasih minum sebagai tanda ucapan maaf.. terima ya..
Mirza   : waah.. makasih ya.. kan ada dua, gimana kalau minum nya sama2 biar akrab
Nizar    : hm.. oke ( minum bersama, keracunan)
Nizar    : aarkg.. uhuk uhuk.. aku pusing banget.. aakk (pingsan)
Mirza   : nizar nizar.. bangun nizar.. tolong.. tolong.. (trischa datang)

Minuman yang beracun ternyata diminum Nizar sendiri, nizar yang langsung pingsan segera di bawa ke rumah sakit.

Nizar    : dimana ini?
Mirza   : kamu di rumah sakit.. tadi pas waktu kamu pingsan.. ibu trischa dateng dan cepat2 bawa kamu ke rumah sakit.. temen2 juga bantu..
Nizar    : ooo.. jadi rencanaku gagal lagi ya..
Mirza   : rencana? Rencana apa maksutnya..
Nizar    : aku tadi meracuni minumanmu.. eh yang ada racun nya malah ku minum sendiri.. bodoh banget ya aku.. hehehe
Mirza   : jadi kamu tadi baik sama aku cuma ingin meracuni aku.. kenapa kamu benar2 ingin mencelakai aku zar.. padahal kita temen satu kelas..
Nizar    : aku sebenarnya gak tau juga.. aku hanya ingin membalas mu saja lantaran kamu selalu dapet perhatian... aku gak pernah diperhatikan, bahkan ibukku saja jarang banget..
Mirza   : jadi itu alasanmu dendam sama aku..
Nizar    : iya mir.. kali ini jujur aku benar2 jujur.. mir aku minta maaf ya.. walaupun aku yakin kamu pasti gak bakal maafin aku.. kamu boleh kok marah, emang aku yang salah..
Mirza   : gak kok zar.. aku gak marah..
Nizar    : kenapa setiap aku berbuat kesalahan kamu gak pernah marah ,mir..
Mirza   : karna ada hadits nabi yang berbunyi “ Dan orang2 yang menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain,  Allah subhanahu wa ta’ala menyukai orang2 yang berbuat kebajikan.” Oleh karena itu apapun kesalahan orang lain, kita harus memaafkan nya dan jangan sampai kita dendam dengan orang tersebut karena perbuatan itu dibenci Allah swt. Kamu paham kan sekarang?
Nizar    : haah.. ya aku paham.. terima kasih ya mirza, mulai hari ini aku akan merubah sikapku dan jadi lebih baik lagi..
Mirza   : naah.. gitu dong.. semanagat biar cepet sembuh..

Semenjak saat itu, Nizar yang awalnya bersikap pemarah dan pendendam mulai berubah menjadi anak yang baik. Ia menjadi anak yang rajin yang akhirnya membuat banyak guru dan teman2 yang suka dengannya, sementara Ivan di pondokkan oleh orang tuanya di Ponpes Jombang. Dengan demikian cerita ini berakhir.


TAMAT

Owner: M. Nizar Ainur Rouf